DESAIN
SEKOLAH
PENDIDIKAN
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (PABK)
(SLB A, SLB B, SLB C, SLB C1, SLB D, SLB
E)
Oleh
Kelompok
11
Boy Ridho V. Pasaribu (121301044)
Netova Sibuea (121301058)
Hengki Farnando Sitanggang (121301076)
Delius Fridolin M (121301096)
Imelda Anggraeni Sibarani (121301100)
1.
SLB A – TUNANETRA
Tunanetra adalah
istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan
atau hambatan dalam indra penglihatannya. Berdasarkan tingkat gangguannya
Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai
sisa penglihatan (Low Vision). Alat bantu untuk mobilitasnya bagi tunanetra
dengan menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna putih dengan ada garis merah
horizontal. Akibat hilang/berkurangnya fungsi indra penglihatannya maka
tunanetra berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya seperti,
perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain sebagainya sehingga tidak sedikit
penyandang tunanetra yang memiliki kemampuan luar biasa misalnya di bidang
musik atau ilmu pengetahuan.
A.
Tujuan
Pembelajaran
1.
Membantu
penderita tunanetra untuk mengembangkan kemampuan dan mengoptimalkan
perkembangan kognitifnya.
2.
Membantu
mencarikan solusi atas minatnya penyandang tunanetra dengan konsep belajar
sambil melakukan aktifitas lainnya.
3.
Mengembangkan
serta mengoptimalkan kematangan afektif maupun emosi anak dengan melibatkan
semua murid berinteraksi bersama sesama penyandang tunanetra.
4.
Mematangkan
moral dan spiritual dengan mengajarkan kepada penyandang tunanetra untuk tidak
merasa lain dan tetap bersyukur atas keadaannya, menjadikan penyandang menjadi
manusia sejati, walaupun memiliki kekurangan.
5.
Meningkatkan
ekspresi diri, misalnya dengan pembelajaran alat musik, atau bahkan bernyanyi.
Sama seperti kasus kebanyakan sekarang, dimana para penyandang tune netra sudah
jauh lebih baik hidupnya dengan tersalurkannya ekspresi diri ke dalam bentuk
kegiatan lain.
6.
Mempersiapkan
masa depan serta kemandirian anak dengan cara melatih anak membaca huruf
braille, melakukan pekerjaan tanpa harus banyak merepotkan orang lain, sehingga
pada akhir pembelajaran, diharapkan siswa SLB A ini bisa beradaptasi diluar
lingkungan sekolah.
B.
Pendidikan
Sesuai dengan tujuan
utama pembelajaran di SLB A ini, dan mengingat murid-murid di dalamnya adalah
orang-orang dengan gangguan atau pun hambatan indra pengelihatan, maka sistem
pendidikan yang kami gunakan adalah dengan menggunakan teknologi pendukung jaman
sekarang yang disesuaikan dengan perkembangannya.
Perkembangan
teknologi informasi saat ini telah banyak digunakan untuk membantu para
tunanetra. Penggunaan program seperti JAWS (pembaca layar) membuat
pengoperasian komputer menjadi dimungkinkan oleh para tunanetra. Kegiatan
membaca buku yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan oleh tunanetra selain
menggunakan huruf braille, kini dapat dilakukan dengan bantuan alat pemindai
(bahasa Inggris: scanner). Dengan menggunakan perangkat tersebut pada komputer
yang telah dilengkapi dengan piranti lunak pembaca layar, pengguna cukup
meletakkan buku di atas kaca pemindai dan program akan langsung membacanya dari
teks yang direproduksi oleh komputer. Adapun, penggunaan alat khusus lainnya
adalah seperti:
ü
Reglet
dan Pena
ü
Mesin
Tik Braille
ü
Printer
Braille
ü
Abacus
C.
Pengajar/
Pendamping
Adapun pengajar ataupun
pendamping yang kami tugaskan dalam SLB A ini adalah: guru khusus anak
berkebutuhan khusus, psikolog, dokter mata dan komponen orang tua.
D.
Desain
Belajar
Kami mendesain
lingkungan pembelajaran sedemikian rupa agar semua tujuan pendidikan diatas
dapat tercapai maksimal, yaitu dengan desain:
1.
Menandai
jalan-jalan utama dan menuntun murid-murid penyandang tunanetra untuk
mengetahui keberadaannya dimana dengan bantuan jalan setapak yang didesain
lebih kasar permukaan lantainya dibandingkan lantai biasa.
2.
Desain
ruang kelas yang tidak terlalu besar, sehingga memungkinkan pengajar dan
pendamping mampu menjangkau seluruh siswa.
3.
Siswa
tunanetra disatukan bersama dalam jumlah yang efektif, sehingga memungkinkan
pola interaksi sosial agar tercipta dengan baik.
4.
Siswa
lebih banyak dilibatkan dalam kegiatan bebas, sehingga anak tidak terkekang dan
bisa mengekspresikan diri sambil belajar hal-hal yang membuat anak lebih
mandiri.
5.
Untuk
Manajemen Kelas, digunakan gaya otoritarian, dimana pembelajaran bukan sebagai
fokus utama, melainkan lebih terfokus pada kondisi kenyamanan kelas. Dan untuk penataan
kelas, yang digunakan adalah gaya klaster, dimana anak akan membentuk kelompok
kecil untuk kemudian masing-masing memiliki pendamping.
6.
Kondisi
kelas yang nyaman, rapi, kursi yang aman buat penyandang tunanetra, lantai yang
tidak lembab, dan manajemen peralatan yang baik sehingga memungkinkan kondisi
kelas tidak berbahaya bagi penyandang tunanetra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar