1.
SLB D – TUNADAKSA
Tunadaksa adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami kerusakan sebagian dari tubuhnya, seperti
adanya kerusakan organ tubuh dan lain sebagainya atau dengan kata lain
mengalami ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi kerja anggota
tubuh secara normal, sehingga membutuhkan alat khusus tertentu untuk
membantunya dalam beraktivitas. Di Indonesia sendiri, sekolah SLB D ini belum
terlalu sering kita jumpai. Adapun tujuan daripada pendidikan SLB D ini adalah
agar individu yang mengalami kerusakan organ tubuhnya tetapi bisa mengembangkan
kemampuan serta bakat mereka, hingga akhirnya anak tunadaksa memiliki hidup
yang bermanfaat.
A.
Tujuan
Pembelajaran
1.
Membantu
penderita tunadaksa untuk mengembangkan kemampuan dan mengoptimalkan
perkembangan kognitifnya.
2.
Mengembangkan
serta mengoptimalkan kematangan afektif maupun emosi anak.
3.
Mematangkan
moral dan spiritual dengan mengajarkan kepada penyandang tunadaksa untuk tidak
merasa lain dan tetap bersyukur atas keadaannya, menjadikan penyandang menjadi
manusia sejati, walaupun memiliki kekurangan.
4.
Meningkatkan
ekspresi diri.
5.
Mempersiapkan
masa depan serta kemandirian anak.
B.
Pendidikan
Walaupun pendidikan
anak tunadaksa di Indonesia banyak dilakukan melalui jalur sekolah khusus,
yaitu anak tunadaksa ditempatkan secara khusus di SLB D, namun anak tunadaksa
ringan (jenis poliomyelitis) telah ada yang mengikuti pendidikan di
sekolah biasa. Sementara ini anak tunadaksa yang mengikuti pendidikan di
sekolah umum harus mengikuti pendidikan sepenuhnya tanpa memperoleh program khusus
sesuai dengan kebutuhannya
Ada 3 hal yang
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas khusus tunadaksa:
1.
Keluasan
Gerak
Jenis dan tingkat
gangguan fisik yang dialami oleh tunadaksa sangat bervariasi dari yang ringan
sampai yang berat. Berkaitan dengan kebervariasian tersebut maka hal penting
yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana agar anak dapat mengakses ke
semua penjuru layanan pendidikan di sekolah dengan memperhatikan keleluasaan
gerak anak. Masalah akses utama adalah yang berkaitan dengan akses menuju
gedung sekolah, ruangan kelas, dan fasilitas sekolah lainnya (ruang
perpustakaan, laboratorium, ruangan kesenian, ruang olahraga, dan toilet).
2.
Latihan
Keterampilan Menolong Diri (Self Help)
Anak-anak berkelainan
fisik dalam beberapa hal sangat membutuhkan latihan membantu diri (self help).
Self help sangat dibutuhkan anak terutama yang berkaitan dengan aktivitas
mereka sehari-hari baik di sekolah, rumah, maupun di lingkungan umum. Hal
tersebut diharapkan anak bisa mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang
lain. Contohnya kegiatan makan dan minum, kegiatan yang melibatkan motorik
halus (menggambar, menulis, melipat), keterampilan buang air kecil. Hal-hal
tersebut merupakan hal yang penting yang harus dikuasai anak di sekolah.
3.
Kebutuhan
Psikososial
Hambatan fisik pada
anak memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan psikologisnya.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tunadaksa memiliki kesulitan dalam
mengembangkan self esteem yang positif dan mengalami kecemasan yang
lebih besar dibandingkan anak normal lainnya. Untuk mendukung agar anak
tunadaksa memiliki sifat self esteem yang positif, maka seluruh anggota
keluarga, guru di sekolah, dan teman-teman sebaya di kelas harus memberikan
dukungan dan bisa menerima anak dengan segala kelebihan maupun kekurangannya.
Dengan dukungan yang positif ini diharapkan anak dapat menerima keadaan dirinya
secara positif dan pada akhirnya menumbuhkan minat atau motivasi berprestasi di
sekolah.
C.
Pengajar/
Pendamping
Untuk SLB D ini, adapun
tenaga pengajar yang dipakai adalah pengajar yang telah mengikuti pelatihan
khusus dan berpengalaman membimbing anak tunadaksa. Para ahli seperti psikolog,
terapis, dokter, dan ahli lain yang berperan dalam pengamatan perkembangan
kesehatan siswa.
D.
Desain
Belajar
1.
Instruksi
pelajaran: Teacher Center Learning
2.
Menciptakan
sasaran behavioral:
a.
Fokus
pada apa yang akan dipelajari atau dilakukan murid.
b.
Menyatakan
bagaimana perilaku akan dievaluasi atau dites (kondisi dimana perilaku
terjadi).
c.
Menetukan
level kinerja yang dapat diterima.
3.
Analisis
tugas, difokuskan pada pemecahan tugas kompleks yang dipelajarin murid menjadi
komponen-komponen. Analisis tugas dilakukan dengan 3 langkah dasar:
a.
Menentukan
keahlian atau konsep yang diperlukan murid untuk mempelajari tugas.
b.
Mendaftar
materi yang dibutuhkan untuk melakukan tugas, seperti kertas, pensil,
kalkulator, dsb.
c.
Mendaftar
semua komponen tugas yang harus dilakukan.
4.
Penataan
kelas menggunakan gaya tatap muka. Penataan kelas dengan gaya ini sangat
mendukung proses belajar siswa dan membantu sosialisasi siswa. Dan dengan
menggunakan penataan kelas seperti ini proses belajar TCL dapat terjadi dengan
efektif.
5.
Perabot
dalam kelas harus bersih dan aman, bangku ditata sedemikian rupa agar siswa
tidak saling menghalangi, materi harus disimpan di tempat yang sama sepanjang
tahun ajaran, tempat penyimpanan alat belajar dan bermain harus jauh dari
jangkauan siswa.
6.
Kelas
harus terang dan guru sebisanya menciptakan kelas yang menyenangkan dengan
banyak materi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar