Senin, 27 Mei 2013

1.        SLB D – TUNADAKSA
Tunadaksa adalah keadaan dimana seorang individu mengalami kerusakan sebagian dari tubuhnya, seperti adanya kerusakan organ tubuh dan lain sebagainya atau dengan kata lain mengalami ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi kerja anggota tubuh secara normal, sehingga membutuhkan alat khusus tertentu untuk membantunya dalam beraktivitas. Di Indonesia sendiri, sekolah SLB D ini belum terlalu sering kita jumpai. Adapun tujuan daripada pendidikan SLB D ini adalah agar individu yang mengalami kerusakan organ tubuhnya tetapi bisa mengembangkan kemampuan serta bakat mereka, hingga akhirnya anak tunadaksa memiliki hidup yang bermanfaat.

A.       Tujuan Pembelajaran
1.        Membantu penderita tunadaksa untuk mengembangkan kemampuan dan mengoptimalkan perkembangan kognitifnya.
2.        Mengembangkan serta mengoptimalkan kematangan afektif maupun emosi anak.
3.        Mematangkan moral dan spiritual dengan mengajarkan kepada penyandang tunadaksa untuk tidak merasa lain dan tetap bersyukur atas keadaannya, menjadikan penyandang menjadi manusia sejati, walaupun memiliki kekurangan.
4.        Meningkatkan ekspresi diri.
5.        Mempersiapkan masa depan serta kemandirian anak.

B.       Pendidikan
Walaupun pendidikan anak tunadaksa di Indonesia banyak dilakukan melalui jalur sekolah khusus, yaitu anak tunadaksa ditempatkan secara khusus di SLB D, namun anak tunadaksa ringan (jenis poliomyelitis) telah ada yang mengikuti pendidikan di sekolah biasa. Sementara ini anak tunadaksa yang mengikuti pendidikan di sekolah umum harus mengikuti pendidikan sepenuhnya tanpa memperoleh program khusus sesuai dengan kebutuhannya
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas khusus tunadaksa:
1.        Keluasan Gerak
Jenis dan tingkat gangguan fisik yang dialami oleh tunadaksa sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Berkaitan dengan kebervariasian tersebut maka hal penting yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana agar anak dapat mengakses ke semua penjuru layanan pendidikan di sekolah dengan memperhatikan keleluasaan gerak anak. Masalah akses utama adalah yang berkaitan dengan akses menuju gedung sekolah, ruangan kelas, dan fasilitas sekolah lainnya (ruang perpustakaan, laboratorium, ruangan kesenian, ruang olahraga, dan toilet).

2.        Latihan Keterampilan Menolong Diri (Self Help)
Anak-anak berkelainan fisik dalam beberapa hal sangat membutuhkan latihan membantu diri (self help). Self help sangat dibutuhkan anak terutama yang berkaitan dengan aktivitas mereka sehari-hari baik di sekolah, rumah, maupun di lingkungan umum. Hal tersebut diharapkan anak bisa mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang lain. Contohnya kegiatan makan dan minum, kegiatan yang melibatkan motorik halus (menggambar, menulis, melipat), keterampilan buang air kecil. Hal-hal tersebut merupakan hal yang penting yang harus dikuasai anak di sekolah.

3.        Kebutuhan Psikososial
Hambatan fisik pada anak memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan psikologisnya. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tunadaksa memiliki kesulitan dalam mengembangkan self esteem yang positif dan mengalami kecemasan yang lebih besar dibandingkan anak normal lainnya. Untuk mendukung agar anak tunadaksa memiliki sifat self esteem yang positif, maka seluruh anggota keluarga, guru di sekolah, dan teman-teman sebaya di kelas harus memberikan dukungan dan bisa menerima anak dengan segala kelebihan maupun kekurangannya. Dengan dukungan yang positif ini diharapkan anak dapat menerima keadaan dirinya secara positif dan pada akhirnya menumbuhkan minat atau motivasi berprestasi di sekolah.

C.       Pengajar/ Pendamping
Untuk SLB D ini, adapun tenaga pengajar yang dipakai adalah pengajar yang telah mengikuti pelatihan khusus dan berpengalaman membimbing anak tunadaksa. Para ahli seperti psikolog, terapis, dokter, dan ahli lain yang berperan dalam pengamatan perkembangan kesehatan siswa.

D.       Desain Belajar
1.        Instruksi pelajaran: Teacher Center Learning
2.        Menciptakan sasaran behavioral:
a.         Fokus pada apa yang akan dipelajari atau dilakukan murid.
b.        Menyatakan bagaimana perilaku akan dievaluasi atau dites (kondisi dimana perilaku terjadi).
c.         Menetukan level kinerja yang dapat diterima.
3.        Analisis tugas, difokuskan pada pemecahan tugas kompleks yang dipelajarin murid menjadi komponen-komponen. Analisis tugas dilakukan dengan 3 langkah dasar:
a.         Menentukan keahlian atau konsep yang diperlukan murid untuk mempelajari tugas.
b.        Mendaftar materi yang dibutuhkan untuk melakukan tugas, seperti kertas, pensil, kalkulator, dsb.
c.         Mendaftar semua komponen tugas yang harus dilakukan.
4.        Penataan kelas menggunakan gaya tatap muka. Penataan kelas dengan gaya ini sangat mendukung proses belajar siswa dan membantu sosialisasi siswa. Dan dengan menggunakan penataan kelas seperti ini proses belajar TCL dapat terjadi dengan efektif.
5.        Perabot dalam kelas harus bersih dan aman, bangku ditata sedemikian rupa agar siswa tidak saling menghalangi, materi harus disimpan di tempat yang sama sepanjang tahun ajaran, tempat penyimpanan alat belajar dan bermain harus jauh dari jangkauan siswa.

6.        Kelas harus terang dan guru sebisanya menciptakan kelas yang menyenangkan dengan banyak materi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar