Jumat, 07 Juni 2013
Kamis, 06 Juni 2013
Kelompok 11
Boy
Ridho Valentino Pasaribu (121301044)
Netova
Sibuea (121301058)
Hengki
Farnando Sitanggang (121301076)
Delius
Fridolin Marpaung (121301096)
Imelda
Anggraeni Sibarani (121301100)
Laporan
Hasil Observasi
A.
PENJELASAN DESKRIPSI
SEKOLAH
Nama
Sekolah : SMA Swasta Methodist 1
Alamat : Jl. Hang Tuah no. 4 Medan
Uang
Sekolah : Rp. 650.000,-
Konsep
e-learning yang digunakan : Individual
Online dan Offline
Lama
waktu penggunaan e-learning : 2008-sekarang
B.
URAIAN OBJEKTIF
OBSERVASI
Pelaksanaan : Kamis, 23 Mei 2013
Kelas
yang di Observasi : Kelas X Plus
Lama
Observasi : 2 jam pelajaran x 45 menit = 90 menit
Pembagian
dalam Observasi : 1. Boy
Ridho Valentino Pasaribu à
Motivasi
2. Netova Sibuea àIdentitas
sekolah, uraian objektif observasi, dan dokumentasi
3.
Hengki Farnando Sitanggang à
Orientasi Belajar
4. Delius Fridolin Marpaung à
Manajemen Kelas dan Dinamika Pembelajaran
5.
Imelda Anggraeni Sibarani à
Teori Belajar
C.
LAPORAN HASIL OBSERVASI
a.
Teori Belajar
Teori belajar di kelas yang menjadi fokus observasi ini
menggunakan teori belajar kognitif, dimana pada teori ini belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif dari setiap
siswa/inya. Saat observasi, siswa/i sedang belajar geografi tentang cuaca dan
iklim. Disini, siswa/i diberikan kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap
cuaca dan iklim, yang didukung pula oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan-pertanyaan dari guru. Guru banyak memberikan rangsangan
kepada siswa/i agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari,
dan menemukan berbagai hal tentang cuaca dan iklim. Intinya, guru menetapkan
metode belajar mengajar di kelas dan dalam pembelajaran, guru lebih banyak
aktif dari pada murid.
b.
Motivasi
1.
Self
-
Self Concept àTinggi
(dilihat dari tingginya level pengetahuan akan teknologi yang digunakan, misal
penggunaan web browser dan situs yang membantu pembelajaran)
-
Self Esteem à
Rendah (dilihat dari kurangnya perhatian kepada guru, tidak aktif menjawab
pertanyaan guru)
-
Self Efficacy à
Cukup Tinggi (adanya kesiapan diri untuk memulai pelajaran, dilihat dari banyaknya
murid yang sudah mengetahui materi sebelumnya)
-
Self Regulation à
Rendah (mendominasi kebisingan, kurang terlihat akan adanya regulasi satu
dengan yang lainnya)
2.
Goal Setting
-
Mastery Goal àKurang
(niat rendah, pengajuan pendapat yang asal-asalan, kurang banyaknya membuka
diri terhadap pengetahuan umum)
-
Performance Goal à
Kurang (tidak memiliki bahan, berisik, melawan, asik sendiri dengan kesibukan
dan temannya, tidak adanya konsentrasi secara keseluruhan, kebanyakan mengobrol)
Guru pengajar sendiri terlihat kurang mencoba
memotivasi siswa, bahkan dirinya sendiri masih kurang menguasai kondisi kelas.
Motivasinya untuk mengajar pun terlihat cukup baik, kurang paham akan media
yang dipakai, topik kurang dikuasai, namun penyampaian materi dilakukan dengan
pelafalan yang jelas dan akurat.
* berbicara
mengenai motivasi untuk meraih sesuatu, kami tidak dapat melihatnya dengan
pasti, pemaparan mengenai motivasi ekstrinsik dan intrinsik siswa dalam
pembelajaran hanya akan membuat kelompok menginterpretasikannya.
c.
Orientasi Belajar
Didalam pembelajaran, yang menjadi orientasi atau
pusat pembelajaran adalah guru atau Teacher
Center Learning (TCL), dimana sepanjang pembelajaran yang berlangsung, guru
selalu memberikan materi yang akan dibahas atau yang akan dipelajari oleh
murid-muridnya. Pembelajaran disini lebih fokus pada peran penting guru setiap
aspek pembelajaran. Disini, guru telah merancang serta menyusun bahan yang akan
diajarkan kepada murid-muridnya, terlihat dari bahan materi yang dibawakan oleh
guru, telah sedemikian rupa dipersiapkan melalui file di laptop, kemudian disajikan
melalui proyektor.
Orientasi pembelajaran TCL ini juga
terlihat pada saat guru mengajar. Hal lain yang mendukung adalah adanya
pengontrolan kondisi kelas yang keseluruhannya ditangani oleh guru. Guru
pemberi materi juga memberikan pertanyaan-pertanyaan kecil kepada murid-murid,
kemudian memilih beberapa siswa yang harus menjawabnya.
Kontribusi ataupun peran dari siswa
terlihat sangat minim. Siswa/i kurang berperan aktif dalam pembelajaran, hal
ini dikarenakan peran siswa dibatasi hanya kepada penerimaan materi melalui
guru. Peran siswa/i yang minim ini juga terlihat dari ketidakseriusan siswa/i
merespon perkataan guru maupun merespon pertanyaan guru pengajar.
d.
Manajemen Kelas
Salah satu faktor yang dapat memaksimalkan
pembelajaran di sekolah adalah manajemen kelas. Hal ini kemudian menjadi salah
satu fokus utama dalam observasi ini.
Dari hasil pengamatan kami, kelas
tempat kami melakukan observasi mempunyai luas sekitar 7x7 meter à
49m2, terdiri atas 4 baris tempat duduk, masing-masing baris terdiri
atas 4 meja dan bangku yang masing-masingnya diperuntukkan kepada 2 orang.
Jumlah siswa/i didalam kelas ada sebanyak 32 orang, dengan siswa laki-laki
sebanyak 13 orang dan perempuan sebanyak 19 orang.
Penataan kelas pada fokus observasi
ini terlihat kurang baik. Adanya kepadatan kelas yang dikarenakan jarak/ ruang
antara baris yang cukup sempit, ditambah keberadaan loker siswa, adanya lemari
guru, meja guru yang cukup besar, keberadaan sumber arus yang berserakan, yang
tentunya membuat pemandangan kelas cukup berantakan: kabel dimana-mana, seperti
kabel laptop bagi siswa yang membawa, dan yang paling sering terlihat adalah
kabel charger handphone, yang
kemudian berdampak mengganggu konsentrasi belajar. Hal ini terlihat dari adanya
murid laki-laki dibagian belakang yang bermain game“balapan” ketika proses pembelajaran berlangsung, ditambah lagi
murid perempuan yang menggunakan headset,
memegang handphone dengan asiknya
mengutak-atik.
Untuk gaya penataan kelas, pada
fokus tempat observasi ini, sekolah menerapkan gaya auditorium tradisional,
dimana semua murid duduk menghadap guru. Penataan ini tentunya membatasi kontak
tatap muka murid dengan guru. Gaya auditorium tradisional ini juga
diperlengkapi dengan sarana ruang yang sempit, terlihat dari bangku yang cukup
tinggi sehingga tidak sebanding dengan posisi duduk murid terhadap meja, murid
terlihat lebih membungkuk.
Untuk desain kelas, fokus tempat
observasi terlihat cukup gelap, cahaya yang cukup remang, serta berantakan.
Tidak ada lukisan atau tambahan nilai seni di dinding kelas, hanya dua foto
pemimpin negara yang terpaku didepan kelas didampingi foto “Garuda Pancasila”.
Penambahan loker, yang kemudian tidak dipergunakan dengan baik, membuat kelas
menjadi semakin sempit kelihatannya.
Guru sebagai pusat pembelajaran
(TCL), menerapkan gaya manajemen kelas otoritarian, yang adalah gaya yang
restriktif dan punitif. Fokus utama guru hanya menjaga ketertiban di kelas, bukan
pada pembelajaran. Terlihat pada saat observasi bahwa guru hanya mengontrol
kondisi melalui beberapa kali permintaan agar murid tertib, dan bukannya
menekankan tentang informasi yang disampaikannya.
D.
RANGKUMAN HASIL
OBSERVASI
1.
Menurut Kelompok
Dari hasil pengamatan (observasi) kami, kami dapat
merangkum bahwa pembelajaran dengan metode e-learning sudah
cukup memuaskan. Individual online dan
individual offline menjadi pilihan
metode e-learning yang digunakan di
SMA kelas X Plus Methodist 1 ini. Sistematika pembelajaran dengan menggunakan
media proyektor sebetulnya cukup membantu proses pembelajaran, apalagi ketika
belajar Geografi (ketika kami mengobservasi). Dengan adanya bantuan internet, guru
dapat menampilkan secara langsung tentang kondisi iklim, cuaca, suhu dan
sebagainya yang berhubungan dengan topik tersebut.
Dari observasi kami, kelas pada
saat itu menerapkan teori belajar kognitif. Keberhasilan pembelajaran
disesuaikan dengan pola pengajaran yang disesuaikan dengan perkembangan
kognitif siswa.
Untuk motivasi belajar sendiri, kami
melihat bahwa adanya self concept dan self efficacy yang cukup tinggi, self
esteem murid yang rendah, serta adanya self regulation murid yang rendah pula.
Kami juga melihat bahwa kurangnya goal
setting dari murid. Telihat dari dinamika pembelajaran selama proses
pembelajaran berlangsung.
Di dalam pembelajaran, kami juga
melihat bahwa yang menjadi pusat pembelajaran adalah gurunya (Teacher Center Learning). Selama
observasi berlangsung, kelompok melihat cukup besarnya peran guru, seperti
penyusunan bahan ajar yang awalnya sudah disiapkan oleh guru. Peran murid pun
hanya terbatas pada keadaan ketika guru bertanya, kemudian murid menjawab.
Yang terakhir, untuk manajemen
kelas, kelas X Plus ini menerapkan gaya auditorium tradisional, dimana
murid-murid duduk tepat berhadapan (tatap muka) secara langsung dengan guru
sebagai pusat pembelajaran. Guru pengajar sendiri menerapkan gaya manajemen
kelas yang otoritarian, yang adalah gaya restriktif dan punitif, dimana fokus
utama pengajar adalah menjaga ketertiban kelas, dan kurang menekankan pada
penyampaian informasi.
2.
Menurut Pandangan
Pribadi
Menurut saya, penggunaan e-learning di SMA ini sudah
diakui dapat membantu proses belajar mengajar terlihat dari adanya pengajar
yang menggunakan konsep e-learning. Mayoritas penggunaan memang masih
individual online dan offline. Menurut pandangan saya, pengetahuan sekolah
mengenai group sinkron dan tidak sonkron belum terlalu baik sehingga penggunaan
konsep itu pun masih jarang bahkan bisa dikatakan belum ada di sekolah ini.
E-learning individual online dan offline sudah cukup baik. Dimana melalui
penjelasan kepala sekolah dapat saya tangkap bahwa murid dapat menerima cara
belajar tersebut.
E.
TESTIMONI TENTANG PERENCANAAN
DAN PROSES OBSERVASI
1.
Boy Ridho Valentino
Pasaribu (121301044)
Tugas observasi pendidikan adalah observasi pertama
yang saya lakukan selama di psikologi. Awalnya saya tidak tahu harus bagaimana
mengobservasi seseorang, tapi dengan adanya dukungan teman-teman dan informasi
dari senior, saya menjadi percaya diri. Walaupun hasil tidak maksimal namun
saya sudah melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Selama
melakukan observasi saya melihat banyak siswa siswi yang masih bercerita-cerita
walaupun gurunya sudah masuk. Perilaku mereka awalnya membuat saya kesal, namun
demi tugas observasi saya tidak boleh mengintervensi perilaku siswa siswi di
kelas. Saya juga merasa kesel ketika guru menanyakan sesuatu yang umum namun
mereka tidak ada yang bisa menjawabnya. Saya jadi merasa kasihan dengan guru
yang membawakan materi tersebut.
Setelah
selesai observasi dari kelas kami melanjudkan dengan mewawancari guru pemateri.
Dia cukup kooperatif dan ramah saat diwawancari. Kami cukup senang dengan sikap
guru seperti itu, karena awalnya saya berpikir bahwa guru tersebut galak. Syukurlah
gurunya tidak seperti yang saya pikirkan.
2.
Netova Sibuea
(121301058)
Diberikan tugas observasi tentang e-learning, mikirnya langsung ke sekolah
internasional. Tapi selama proses diskusi, akhirnya SMA saya dulu yang dipilih
jadi objek observasi. Waktu meminta izin Kepala Sekolah, Puji Tuhan disambut
dengan sangat baik dan diberikan kemudahan untuk kelompok.
Selama observasi, “dagdigdug”
rasanya karena nyatanya berdiri di depan adik-adik sebagai seorang alumni.
Tadinya, pas di SMA lebih ke guru (yang pada saat itu Bapak Kepala Sekolah yang
mengajar) yang banyak evaluasi, kemarin ketika observasi jadi terkesan saya
yang sedikit evaluasi karena dari pernyataan dan pertanyaan ada hal-hal yang
mungkin baru didengar oleh bapak kepala sekolah.
Menanggapi e-learning di sekolah saya ini, sebenarnya masih jarang digunankan,
dan itupun hanya bagi sebagian guru. Sebagai alumni dan tentunya sebagai
mahasiswa Psikologi, ada beberapa hal yang saya ingin bagikan kepada sekolah,
misalnya: di zaman sekarang sangat erat kaitannya antara media elektronik dan
pembelajaran, sehingga sudah seharusnya sekolah bisa lebih terbuka dengan e-learning karena banyak hal yang
sebenarnya bisa didapatkan.
Di akhir pertemuan, kami tak lupa
memberikan reward atas partisipasi murid dan juga guru yang mengajar pada saat
itu. Tak lupa juga kami berfoto bersama. Bersyukur karena mereka ramah dan mau
mengikuti prosedur yang kami minta. Pengalaman yang menarik buat saya.
3.
Hengki Farnando
Sitanggang (121301076)
Tugas observasi ini cukup baik. Sebelum observasi
dilakukan perencanaan tentang pembagian tugas masing-masing, sehingga akhirnya
pada saat observasi saya tidak bingung akan mengerjakan apa dan hal ini
tentunya membuat proses lebih lancar. Selama proses observasi di dalam kelas,
kesannya cukup baik karena kelompok diterima kehadirannya dengan baik di dalam
kelas.
4.
Delius Fridolin
Marpaung (121301096)
Tugas observasi ini menjadi yang pertama kali ketika
menginjakkan kaki di Fakultas Psikologi. Walaupun cukup berat ketika
dibayangkan diawalnya mengingat bahwa mata kuliah Observasi belum kami
dapatkan. Hal yang pertama kali terbayang adalah seperti mengambil alih kelas
dengan orang-orang yang belum dikenal sebelumnya.
Selama persiapan untuk tugas ini,
cukup sulit awalnya karena sasaran sekolah sebelumnya belum ada. Kemudian, saya
dan teman saya Hengki pergi mencari sekolah yang bertaraf internasional karena
beranggapan bahwa sekolah yang demikian sudah pasti ada yang menggunakan e-learning. Singapore International
School, Djuwita, dan Nanyang International School kami datangi, namun akhirnya
Methodist 1 yang jadi tujuan.
Di hari H, kami membelikan buah
tangan. Selama proses observasi, cukup lancar, dan pada akhir pertemuan, cukup
senang rasanya karena ada feedback
dari murid. Kami memperkenalkan juga tentang Fakultas Psikologi, dan bangga
rasanya karena murid terlihat mulai terbuka pikirannya tentang psikologi.
5.
Imelda Anggraeni
Sibarani (121301100)
Saya merasa senang bisa mengobservasi sekolah karena
aplikasi belajar psikologi pendidikan itu tampak lebih nyata. Trus, kita jadi
lebih ngerti karena ada observasi langsung, dan ga hanya belajar di kelas aja.
Yaa… walaupun awalnya cukup susah mencari sekolah yang mau diobservasi, tapi
akhirnya kami menemukan SMA Methodist I.
Langganan:
Postingan (Atom)